Sistem 25 untuk soalan teka silang kata dari hidup di atas mati pun di atas. Sistem kita mengumpul soalan dan jawapan teka silang kata dan teka teki daripada silang kata yang popular, teka-teki yang terdapat di media massa, game Android dan lain-lain akhbar popular.
NilaiJawabanSoal/Petunjuk LAMPUBOHLAM Hidup diatas, matipun diatas. Apakah itu LOTUS Tanam ini sering disebut teratai hidup diatas air PINTIL Seunting benang pintil-pintil itu diikat pula sepuluh-sepuluh, seikat dinamai tukal ~ air pengempang air yang dapat diturunnaikkan dibuat dari besi... TOP Berada diatas APUNG Diatas Permukaan Air MELAYANG Diatas Permukaan Air SMA Setingkat diatas SMP SMU Setingkat diatas SMP BALKON Teras diatas atap SKI Papan Peluncur Diatas Salju INJAK Meletakkan kaki diatas sesuatu PATI Anggota tentara berpangkat diatas bintara BUKAN Tanaman yang tumbuh diatas batu… EBRU Seni Melukis Diatas Air Dari Turki NYALA Hidup, terang SELANCAR Olahraga diatas ombak dengan sebilah papan BANDERA Ban apa yang ada diatas tiang LILINULANGTAHUN Waku hidup dinyanyiin, waktu mati ditepukin STRATA Tingkat pendidikan setingkat diatas sarjana muda MELEK Yang berjalan berlenggak-lenggok diatas catwalk pasti… NIATNYA Kucing diatas pohon kalau Turun apanya dulu? SURI Mati ... mati sesaat lalu hidup lagi LAMPU Hidup di atas mati juga di atas MEMANGGUL Membawa sesuatu dengan cara meletakan diatas bahu ADA-ADANYAKAH Mana boleh; mungkinkah ~ orang mati hidup lagi;
Sistemkami menemukan 25 jawaban utk pertanyaan TTS hidup di atas mati pun di atas. Kami mengumpulkan soal dan jawaban dari TTS (Teka Teki Silang) populer yang biasa muncul di koran Kompas, Jawa Pos, koran Tempo, dll. Kami memiliki database lebih dari 122 ribu. Masukkan juga jumlah kata dan atau huruf yang sudah diketahui untuk mendapatkan
Gaya bahasa atau majas kerap kali digunakan untuk mengungkapkan sesuatu secara lebi emosional. Dengan penggunaan kata atau susunan kalimat yang memiliki makna lebih rumit, majas kerap kali digunakan pada puisi. Seperti yang Anda ketahui, jika penggunaan bahasa puisi memang jauh lebih rumit dan mendalam jika dibandingkan dengan kalimat biasa. Jenis majas puisi sendiri sangat beragam. Namun ada 3 jenis majas yang paling banyak digunakan pada puisi, yaitu majas personifikasi, majas metafora dan majas hiperbola. Ketiga jenis majas tersebut dipilih karena merupakan gaya bahasa yang paling sesuai untuk susunan sebuah puisi, sehingga ketika dirangkai puisi yang dihasilkan pun terdengar lebih luwes. Nah berikut adalah contoh puisi yang mengandung majas di dalamnya. 1. Puisi Bermajas Personifikasi Majas personifikasi merupakan salah satu subjenis dari majas perbandingan, dimana gaya bahasa ini memberikan kesan seolah-olah benda mati menjadi hidup. Berikut ini adalah contoh majas personifikasi dalam puisi. Ku lihat Penamu menari-nari saat kau hendak membalas surat dari ku, Gerimis mulai menyerbu dan aku hanya bisa melihat kepergianmu. Di bawah ini adalah puisi bermajas personifikasi yang penulis sajikan untuk anda. 1. Hujan di waktu itu Ribuan tetesan air menyerbu bumi Memaksa sang awan untuk menangis Semantara butiran-butiran bening menari diatas tanah Petir pun tak sungkan untuk mengaung Bersamaan dengan angin yang berlari menerjang alam Mungkin karena mereka bersahabat Jadi mereka selalu datang bersama Hujan di waktu itu, Tak terhenti oleh keumuman sang pemilik waktu Dia turun Seperti hasrat yang lama tak tertuang Membasahi bumi pertiwi Bernyanyi dengan untaian suaranya yang gemericik Seperti alunan nada-nada yang tak beraturan Hujan kala itu, Meratakan kekuatan padi yang berdiri tegak Hingga mampu menutup jalan menjadi lautan Alam seakan tertawa menghina kami dan berkata Itulah ulahmu wahai manusia Air yang kalian minum setiap saat Kini berbalik menyerang Karena kau tak mau menjaga kelestarian alam mu 2. Dirimu Yang Satu Karya Gabrlia Dwi Agustina Andai kau tahu Apa isi hatiku ini? Apa yang ku rasakan saat ini? Hati ini.. Seperti hati yang sedang merenung di tepi Jika kau bisa merasakan Ku mohon.. balas rasa ini! Ku mohon ungkapkan rasa yang ada di hatimu! Andai kau tahu.. Hanya dirimulah yang ada di hati.. Hanya nama mu yang terukir di jiwa.. Hanya wajah mu yang ada di bayangan ku.. Saat ku melihat dirimu Hati ini bagaikan mentari yang selalu tersenyum Karena kau telah membawa warna-warni dalam hidup ini.. Hanya kaulah pujaan hati ini … 3. Sahabat Saat sedih ini melanda Saat hati ini terluka Aku merasa hancur rasanya Sahabat yang menghianati Menghianati persahabatan ini.. Apa aku bisa kuat? Kuat dengan sikapmu yang keras kepala Dulu kau selalu ingat denganku Selalu bersamaku Tapi, faktanya? Kau sekarang menjauhiku Tak pernah bersamaku Hati ku bagaikan ditusuk duri kaktus Awan yang gembiri Menjadi bersedih Begitulah hati ini Dulu canda, tawa, sedihmu bersama ku Sekarang melihat ku saja kau seperti tak kenal pada ku Akau tak tahu apa yang kau fikirkan dari ku Tapi aku akan selalu menganggapmu sahabatku Karena kau adalah sebagian dari hidup ku 2. Puisi Bermajas Metafora Majas metafora ialah gaya bahasa yang selalu membandingkan suatu objek dengan objek lain dimana kedua objek tersebut mempunyai sifat hampir sama. Berikut adalah contoh puisi yang mengandung majas metafora. 1. Lelahku Bingkai hati yang menghiasi rasa Sejenak rasa itu seakan mulai sirna Timbul. Lahir Muncul Mati Hidup Dan akhirnya Pudar Bunga asmara hanya mekar sesaat Layu tak pun terduga Untuk sampah yang hina sepertiku Mencintai pun aku meras tak pantas Sungguh melelahkan Jika cinta tak pantas untuk kusentuh Mengapakah ada surat takdir yang tuhan tulis untuk mencintaimu Sehingga panah asmara terhujam di dadaku Oh Tuhan…. Hilangkan api cinta ini Siram saja dengan air garam kehidupan Agar diri ini sadar. Bahwa aku hanya binatang tak bertuan 2. Tuhanku WajahMu membayang di kota terbakar dan firmanMu terguris di atas ribuan kuburan yang dangkal Anak menangis kehilangan bapa Tanah sepi kehilangan lelakinya Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia Apabila malam turun nanti sempurnalah sudah warna dosa dan mesiu kembali lagi bicara Waktu itu, Tuhanku, perkenankan aku membunuh perkenankan aku menusukkan sangkurku Malam dan wajahku adalah satu warna Dosa dan nafasku adalah satu udara. Tak ada lagi pilihan kecuali menyadari -biarpun bersama penyesalan- Apa yang bisa diucapkan oleh bibirku yang terjajah? Sementara kulihat kedua lenganMu yang capai mendekap bumi yang mengkhianatiMu Tuhanku Erat-erat kugenggam senapanku Perkenankan aku membunuh Perkenankan aku menusukkan sangkurku Pada puisi kedua tersebut terdapat dua majas yaitu metafora dan hiperbola. Dimana majas metafora ada pada bagian Malam dan wajahku adalah satu warna Dosa dan nafasku adalah satu udara Sedangkan untuk bait yang menggunakan majas hiperbola adalah Tuhanku, WajahMu membayang di kota terbakar dan firmanMu terguris di atas ribuan kuburan yang dangkal Anak menangis kehilangan bapa Tanah sepi kehilangan lelakinya Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia 3. Majas Hiperbola Majas hiperbola termasuk dalam subjenis majas pertentangan. Dimana gaya bahasa ini dinyatakan secara berlebihan dibandingkan dengan kenyataan sebenarnya. Biasanya majas hiperbola digunakan untuk menciptakan kesan seperti pujian yang begitu mendalam, atau untuk meminta perhatian lebih. Di bawah ini adalah contoh majas hiperbola yang dituangkan dalam bentuk puisi. Kulitnya putih seputih susu. Wajahnya bersinar menyilaukan mata Membuat hati bertanya Tanya Mampukah aku memilikinya Wahai engkau pemilik cinta Aku datang untuk menyapa pujaan hati ku dalam doa Ku harap kau memberinya jalan Agar dia tahu bahwa aku hanya miliknya Perang di Ujung Tahun Senjata menjerit memenuhi bukit Bom di letuskan menggelegar ibarat petir Ketakutanku seperti tak terbenduh Seakan malaikat telah berdiri di depan jasad yang siap mati Perang di ujung tahun Inikah catatan terakhir perjuanganku? Di akhir tahun, Saat sekejap akan kuperbarui asa Asa itu berakhir bersama malaikat Sakitku tak terperikan Seperti menahan ribuan sayatan pisau berkarat Perihku mengakar sum-sum Menyatu bersama syarat kematian Perang di ujung tahun Pudar cahaya dunia buyar tak sadar Semakin pudar Lalu, sirnalah kehidupan Tuhan Aku Cinta Padamu Aku lemas Tapi berdaya Aku tidak sambat rasa sakit atau gatal Aku pingin makan tajin Aku tidak pernah sesak nafas Tapi tubuhku tidak memuaskan untuk punya posisi yang ideal dan wajar Aku pengin membersihkan tubuhku dari racun kimiawi Aku ingin kembali pada jalan alam Aku ingin meningkatkan pengabdian kepada Allah Tuhan, aku cinta padamu Selai beberapa contoh puisi di atas, ada banyak lagi contoh puisi yang menggunakan majas di dalamnya.
Maknaperkataan atau erti daripada hidup-di-atas-mati-pun-di-atas-apakah-itu - Teka Silang Kata

Adakah mencabut ruput di atas kubur diperbolehkan? Artikel ini akan menjelaskan hukum cabut rumput atas kubur sama ada boleh atau tidak. Kita selalu pergi ke tanah perkuburan untuk berdoa bagi si mati dan membersihkan juga kawasan pusara. Ada yang kata, cabut rumput itu haram hukumnya, sebab rumput itu ada manfaatnya bagi si mati. Rumput bertasbih kepada Allah. Jadi, timbul persoalan, kalau nak cabut rumput tak boleh, maka bagaimana nak membersihkan pusara? Mesti ia melibatkan cabut rumput sebab nak bagi ia kelihatan kemas, lagi-lagi yang sudah panjang sehingga nampak pusara itu tidak terurus. Nak biarkan sajakah? Nak cabut rumput tak boleh, maka nak biarkan saja ia nampak tak kemas? Bukankah Islam mengajarkan kebersihan? Sebelum itu, kita ketahui terlebih dulu bagaimana tumbuhan itu dikatakan bertasbih kepada Allah. Kita tidak tahu bagaimana tumbuhan itu bertasbih, yang penting ia tidak sama dengan manusia. Allah berfirman di dalam Surah Al-Israa’ ayat 44, Maksudnya “Langit yang tujuh dan bumi serta sekalian makhluk yang ada padanya, sentiasa mengucap tasbih bagi Allah; dan tiada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memujiNya; akan tetapi kamu tidak faham akan tasbih mereka. Sesungguhnya Ia adalah Maha Penyabar, lagi Maha Pengampun.” Apakah tumbuhan yang bertasbih ini, ada manfaatnya pada si mati bila ianya terletak di atas pusara/kubur si mati? Satu hadis, Nabi Muhammad pernah lalu dua kubur lalu Baginda bersabda, “Mereka dihukum tetapi mereka tidaklah dihukum kerana sesuatu yang sukar dielakkan.” Selepas itu Baginda bersabda lagi, “Salah seorang dulunya selalu menyebarkan gosip yang berbahaya, dan yang seorang lagi dulunya selalu tidak mengambil langkah berjaga-jaga untuk mengelakkan tercemarnya air kencing tak bersihkan air kencing dengan baik.” Selepas itu pula, Baginda mengambil pelepah tulang daun yang terbesar dan dipatahkan dua, lalu Baginda tanamkannya di atas setiap kubur seraya bersabda, “Mudah-mudahan ia diringankan azab selagi mana ia pelepah belum kering.” Riwayat Bukhari 1378, Muslim 292 Hadis ini umumnya bercerita yang azab si mati itu boleh dikurangkan atas manfaat pelepah’ itu tadi selagi pelepah itu masih segar dan tak kering. Bila ia sudah kering, pelepah ini sudah tidak berfungsi sepertimana kata hadis tadi. Pelepah ini boleh dikiaskan dengan segala tumbuhan yang segar di atas pusara. Hukumnya sama. Pelepah itu hanya simbol kepada apa saja tumbuhan di atas pusara. Rumput, pelepah dan sebagainya. Asalkan, ia terletak di atas kubur. Pandangan Ulama Berkenaan Hukum Cabut Rumput atas Kubur Baik, mari kita teliti apa pandangan ulama tentang mencabut rumput atas kubur? Dalam mazhab Syafie, haram orang yang bukan meletakkan tumbuhan di atas kubur itu pada asalnya mencabut rumput yang masih segar di atas kubur. Selagi ia belum kering, haram mencabutnya. Dalam keadaan ini, jika ia menepati dua syarat ini, maka haram hukumnya menurut mazhab Syafie. Bukan orang yang asal meletakkan tumbuhan Tumbuhan rumput itu belum kering Imam Khatib As-Syarbini berkata di dalam Al-Iqna’, “Dan haram orang lain bukan orang yang letak untuk mengambil rumput atau pelepah yang diletak sebelum ia kering. Ini kerana tuan kubur masih mendapat manfaatnya kecuali setelah kering.” Dalam kitab Fathul Mu’in dikhabarkan, “Dan haram mengambil cabut suatu dari keduanya iaitu pelepah kurma atau pokok yang ditanam diatas kubur selama ia belum kering mati kerana mengambil umpama pelepah kurma yang ditanam di atas kubur itu menghilangkan hak mayat yang datang kisahnya dari hadith Nabi saw.” Kalau orang itu adalah orang yang awal-awal meletakkan tumbuhan itu bagaimana? Di sini, hukumnya harus. Dikhabarkan juga di dalam kitab Hasyiah Al-Qalyub “Dan tidak harus mencabut tumbuhan di atas kubur oleh selain pemiliknya selama tumbuhan itu masih hidup kerana bergantung hak mayat dengannya. Dan apabila tumbuhan itu telah mati nescaya harus bagi sesiapa sahaja mencabutnya.” Jika tumbuhan itu sudah kering, mencabutnya tidak menjadi haram. Dalam mazhab Hanafi pula, mereka berpandangan hukumnya makruh. Sebabnya sama dengan yang dikemukakan oleh mazhab Syafie. Cuma, mazhab Hanafi tidak sampai mengharamkannya. Sekali lagi penerangan yang lebih mudah, dalam mazhab Syafie, haram mutlak bagi yang tidak meletakkan tumbuhan itu pada awalnya bukan pemilik dan tumbuhan itu pula belum kering. Dalam keadaan ini, haram mutlak. Kalau yang mencabut itu pemiliknya, maka harus. Dan juga, kalau yang mencabut itu sewaktu tumbuhan sudah kering, juga harus. Itu mazhab Syafie. Dalam mazhab Hanafi pula, makruh bila tumbuhan itu masih segar. Harus bila ianya sudah kering. Imam Al-Khadimi Al-Hanafi berkata di dalam Kitab Bariqah Mahmudiyyah, “Dan setengah dari yang dilarang itu ialah mencabut pokok dan rumput yang masih hidup keduanya yang tumbuh di atas kubur maka sesungguhnya hukumnya adalah makruh. Dari kerana bahawasanya segala yang tumbuh itu selama ia hidup ia bertasbih akan Allah maka pada ketika itu akan memberi manfaat kepada mayat dan menumpang rahmat daripada tasbihnya itu.” Ada satu keadaan yang dibolehkan harus iaitu dalam keadaan kita nak membersihkan yang mana patut supaya ia tidak nampak kotor atau tidak kemas. Contohnya, ada kubur yang tumbuhan di atasnya mekar sehingga nampak kubur itu macam tidak terurus, jadi harus untuk kita cabut dan rapikan kubur itu supaya nampak kemas. Cabut yang mana patut sahaja. Tujuannya, nak nampak bersih dan kemas. Itu sahaja. Kesimpulan Mazhab Syafie kata haram cabut rumput oleh orang yang bukan pemiliknya dan rumput itu pula belum kering lagi. Kalau tidak menepati kedua-dua ciri ini, maka hukumnya harus. Mazhab Hanafi pula, selagi rumput belum kering, makruh hukumnya untuk cabut. Bila sudah kering, harus. Kalau di kubur itu rumput nampak macam tidak kemas, boleh cabut yang mana patut dan dirapikan sehingga kubur itu nampak kemas. Maka, harus dalam keadaan ini. Maka, dinasihatkan untuk tak kacau’ rumput yang masih segar di atas kubur. Kalau dah nampak sangat tak sedap mata memandang, cabut saja mana yang patut sehingga ia nampak kemas. Selain itu, tidak digalakkan untuk kacau. Kerana rumput itu bertasbih dan ia bermanfaat buat si mati di dalam kubur seperti mana hadis Nabi tentang pelepah riwayat Bukhari. Wallahu’alam. Baca tentang Hukum yang lain Hukum BerzinaHukum Cukur BuluHukum Gantung Gambar dalam RumahHukum Gugurkan KandunganHukum Main ForexHukum Warnakan RambutHukum Baca Al-quran Ketika HaidHukum Buang Tahi LalatHukum Makan Dakwat SotongHukum Berus Gigi Ketika PuasaHukum Cabut Rumput Atas Kubur Rujukan Fatiha, N. 2020. Haram ke cabut rumput atas kubur? Ini penjelasannya…. Retrieved from Sinar PlusIslam, K. Hukum mencabut rumput kuburan. Retrieved from UmmaJamal, N. 2018. Begini penjelasan Alquran tentang fenomena tumbuhan bertasbih. Retrieved from Go MuslimKhan, M. W. 2013. Removing grass and planting flowers on graves. Retrieved from Darul Uloom Trinidad & TobagoNaim, M. Hukum Cabut Rumput Atas Kubur. Retrieved from Aku IslamShould we place green leaves on graves so that the punishment of the deceased may be reduced? 2003. Retrieved from Islam Question & Answer

Sistem 25 untuk soalan teka silang kata dari saya suka berada di atas air tetapi saya tak pandai berenang mahupun bergerak siapakah saya.Sistem kita mengumpul soalan dan jawapan teka silang kata dan teka teki daripada silang kata yang popular, teka-teki yang terdapat di media massa, game Android dan lain-lain akhbar popular. Dari Wikiquote bahasa Indonesia, koleksi kutipan ini merupakan daftar peribahasa kiasan, pepatah, dsb. dalam Bahasa Indonesia. Daftar isi A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z A[sunting] "Abu saja tak hinggap." "Acap berulang, yang jauh jadi dekat." "Ada aku dipandang hadap, tiada aku dipandang belakang." "Ada asap ada api." "Ada batang mati, ada cendawan tumbuh." "Ada bunga ada lebah." "Ada gula ada semut." "Ada nyawa ada rezeki." "Ada nyawa, nyawa ikan." "Ada padang ada belalang." "Ada sama dimakan, tak ada sama ditahan." "Ada uang abang sayang, tak ada uang abang melayang." "Ada ubi ada talas, ada budi ada balas." "Ada udang di balik batu." "Ada umur ada rezeki." "Ada sampan hendak berenang." "Adakah air dalam tong itu berkocak, melainkan air yang setengah tong itu juga yang berkocak." "Adakah dari telaga yang jernih mengalir air yang keruh." "Adakah duri dipertajam." "Adapun manikam itu jikalau jatuh ke dalam lumpur sekalipun, niscaya tiada akan hilang cahayanya." "Adat air cair, adat api panas." "Adat ayam ke lesung, adat itik ke pelimbahan." "Adat bersendi syarak, syarak bersendi adat." "Adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah." "Adat diisi lembaga dituang." "Adat dunia balas-membalas, syariat palu-memalu." "Adat gajah terdorong." "Adat gunung tempatan kabut." "Adat hidup tolong-menolong, syariat palu-memalu." "Adat juara kalah menang, adat saudagar laba rugi." "Adat lama pusaka usang." "Adat menyabung, adat gelanggang." "Adat muda menanggung rindu, adat tua menahan ragam." "Adat negeri memagar negeri, adat berkampung memagar kampung." "Adat pasang berturun naik." "Adat periuk berkerat, adat lesung berdedak." "Adat rimba raya, siapa berani ditaati." "Adat sepanjang jalan, cupak sepanjang betung." "Adat teluk timbunan kapal, adat gunung tepatan kabut." "Air beriak tanda tak dalam." "Air besar batu bersibak." "Air cucuran jatuhnya ke pelimbahan juga." "Air di daun talas." "Air diminum serasa duri." "Air ditetak takkan putus." "Air jernih ikannya jinak." "Air laut asin sendiri." "Air laut ada pasang dan surutnya." "Air mata jatuh ke perut." "Air orang disauk, ranting orang dipatah, adat orang diturut." "Air pun ada pasang surutnya." "Air sama air kelak menjadi satu, sampah itu ke tepi juga." "Air sudah keruh dari hulunya." "Air susu dibalas dengan air tuba." "Air tenang menghanyutkan." "Air tenang jangan disangka tiada buayanya." "Air udik sungai semua teluk diranai." "Air yang dingin juga yang memadami api." "Air yang tenang jangan disangka tak berbuaya." "Akal akar berpulas tak patah." "Akal tak sekali tiba, runding tak sekali datang." "Akal singkat pendapat kurang." "Alah bisa karena biasa." "Alah limau oleh benalu." "Alah membeli menang memakai." "Alah sabung menang sorak." "Alamat biduk akan karam." "Alang berjawab, tepuk berbalas." "Alur bertempuh jalan berturut." "Anak anjing bolehkah menjadi anak musang jebat." "Anak cantik, menantu molek." "Anak dipangku dilepaskan, beruk di rimba disusukan." "Anak dipangku, kemenakan keponakan dibimbing." "Anak harimau tidak akan jadi anak kambing." "Anak kunci jahat, peti durhaka." "Anak panah kalau sudah terlepas dari busurnya tidak dapat kembali lagi." "Anak polah bapa kepradah." "Anak seorang, penaka tidak." "Angan-angan menerawang langit." "Angan-angan mengikat tubuh." "Angan lalu paham tertumbuk." "Angin tak dapat ditangkap, asap tak dapat digenggam." "Angin yang berputar, ombak yang bersabung." "Angin bertiup layar terkembang." "Angkuh terbawa, tampan tinggal." "Anjing diberi makan nasi, bilakah kenyang." "Anjing ditepuk, menjungkit ekor." "Anjing galak, berani babi." "Anjing menggongong, kafilah berlalu." "Anjing mengulangi bangkai." "Anjing menyalak takkan menggigit." "Antah berkumpul sama antah, beras sama beras." "Apa yang ditanam itulah yang tumbuh." "Apa yang ditabur itulah yang tuai'" "Api kecil baik padam." "Api padam puntung berasap." "Api padam puntung hanyut." "Arang habis besi binasa." "Arang itu jikalau dibasuh dengan air mawar sekalipun tidak akan putih." "Arang tersapu dimuka." "Asal ada, kecil pun pada." "Asal ayam ke lesung, asal itik ke pelimbahan." "Asal insang, ikanlah." "Asam di gunung garam di laut bertemu dalam satu belanga." "Atap ijuk perabung timah." "Atap ijuk perabung upih." "Awak kalah gelanggang usai." "Awak rendah sangkutan tinggi." "Awak sakit daging menimbun, sakit kepala panjang rambut." "Ayam berinduk, sirih berjunjung." "Ayam bertelur di atas padi mati kelaparan." "Ayam ditambat disambar elang." "Ayam hitam terbang malam." "Ayam itik raja pada tempatnya." "Ayam lepas tangan bercirit." "Ayam menang kampung tergadai." "Ayam putih terbang siang." Peribahasa Indonesia A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z B[sunting] "Badai pasti berlalu." "Badak makan anaknya." "Bagai anak ayam kehilangan induk." "Bagai air dengan minyak." "Bagai air di daun talas." "Bagai air ditarik sungsang." "Bagai air titik ke batu." "Bagai alu pencungkil duri." "Bagai anjing beranak enam." "Bagai anjing melintang denai." "Bagai anjing menyalak di ekor gajah." "Bagai api dengan asap." "Bagai api dengan rabuk." "Bagai aur dengan tebing." "Bagai aur di atas bukit." "Bagai ayam bertelur di padi." "Bagai ayam dibawa ke lampok." "Bagai ayam lepas bertaji." "Bagai bara dalam sekam." "Bagai babi merasa gulai." "Bagai beliung dengan asahan." "Bagai belut digetil ekor." "Bagai bertanak di kuali." "Bagai beruk kena ipuh." "Bagai bulan dengan matahari." "Bagai bulan kesiangan." "Bagai bumi dan langit." "Bagai cendawan dibasuh." "Bagai denai gajah lalu." "Bagai diiris dengan sembilu." "Bagai duri dalam daging." "Bagai garam jatuh ke air." "Bagai getah dibawa ke semak." "Bagai hujan jatuh ke pasir." "Bagai inai dengan kuku." "Bagai jampuk kesiangan." "Bagai kacang lupa akan kulitnya." "Bagai kambing dihela ke air." "Bagai kambing harga dua kupang." "Bagai katak dalam tempurung." "Bagai keluang bebar petang." "Bagai kena jelatang." "Bagai kerakap di atas batu, hidup segan mati tak mau." "Bagai kerbau dicocok hidung." "Bagai kucing dengan panggang." "Bagai kucing dibawakan lidi." "Bagai kucing menjemput api." "Bagai kucing tak bermisai." "Bagai kucing tidur dibantal." "Bagai kuku dengan daging." "Bagai kura dengan isi." "Bagai makan buah simalakama." "Bagai makan buah simalakama, dimakan ibu mati, tak dimakan ayah mati." "Bagai melepaskan anjing terjepit." "Bagai melihat asam." "Bagai membandarkan air ke bukit." "Bagai meminum air bercacing." "Bagai menampung air dengan limas pesuk." "Bagai mencari belalang di atas akar." "Bagai mencincang air." "Bagai mendapat durian runtuh." "Bagai mendapat gunung intan." "Bagai menggantang anak ayam." "Bagai mentimun dengan durian." "Bagai musang berbulu ayam." "Bagai musuh dalam selimut." "Bagai orang kena miang." "Bagai padi makin berisi makin merunduk." "Bagai pagar makan tanaman." "Bagai pelanduk di cerang rimba." "Bagai pelita yang kehabisan minyak." "Bagai petir di siang bolong." "Bagai pinang dibelah dua." "Bagai pintu tak berpasak, perahu tak berkemudi." "Bagai pungguk merindukan bulan." "Bagai roda berputar." "Bagai sekam dimakan api." "Bagai semang kehilangan induk." "Bagai tanduk diberkas." "Bagai telur di ujung tanduk." "Bagaimana biduk, bagaimana pengayuh." "Bagaimana bunyi gendang, begitulah tepuk tarinya." "Bagaimana hari takkan hujan, katak betung berteriak selalu." "Bahasa menunjukkan bangsa." "Baik rupa sepemandangan, baik bunyi sepemandangan." "Bajak lalu ditanah yang lembut." "Bajak sudah terdorong ke bancah." "Baji dahan pembelah batang." "Baju indah dari balai, tiba di rumah menyarungkan." "Bak tengguli ditukar cuka." "Bakar air ambil abunya." "Bakar tak berapi." "Bakar tak berbau." "Bakar tak hangus." "Barang siapa yang berketuk, dialah yang bertelur." "Barang tergenggam jatuh terlepas." "Baru beranjur sudah bertarung." "Batu bulat tak bersanding." "Batu di pulau tiada berkajang." "Batu kecil berguling naik, batu besar berguling turun." "Bau busuk tidak berbangkai." "Bayang-bayang sepanjang badan." "Bayang-bayang sepanjang tubuh, selimut sepanjang badan." "Bayang-bayang tidak sepanjang badan." "Beban berat, senggulung batu." "Becabang bak lidah biawak." "Belajar di yang pintar, berguru di yang pandai." "Belakang parang pun kalau diasah akan tajam." "Belalang dapat menuai." "Belalang hendak jadi elang." "Belikar sudah menjadi rimba." "Belum beranak sudah ditimang." "Belum bergigi hendak mengunyah." "Belum bertaji hendak berkokok." "Belum diajun sudah tertarung." "Belum dipanjat asap kemenyan." "Belum disuruh sudah pergi, belum dipanggil sudah datang." "Belum merangkak sudah belajar lari." "Belum tahu akan pedas lada." "Belum tentu, ayam masih disabung." "Belum tentu si upik si buyungnya." "Bengkok sedikit tak terluruskan." "Benih yang baik tak memilih tanah." "Beraja dihati bersutan dimata." "Berakal ke lutut, berontak ke empu kaki." "Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ketepian." "Beranak kandung beranak tiri." "Beranak menurut kata bidan." "Beranak tidak berbidan." "Berani karena benar, takut karena salah." "Berapa berat mata memandang, berat jugalah bahu memikul." "Berarak tiada berlari." "Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing." "Berbau bagai embacang." "Berbelok kucing main daun." "Berbenak ke empu kaki." "Berdawat biar hitam." "Berdiang di abu dingin." "Bergantung tiada bertali, bersalai tiada api." "Bergantung pada akar lapuk." "Bergantung pada tali rapuh." "Bergaduk-gaduk diri, saku-saku diterbangkan angin." "Berguru dulu sebelum bergurau." "Berguru ke padang datar, dapat rusa belang kaki." "Berguru kepalang ajar, bagai bunga kembang tak jadi." "Berhakim kepada beruk." "Berjagung-jagung sementara padi masak." "Berjalan pelihara kaki, berkata pelihara lidah." "Berjenjang naik, bertangga turun." "Berkelahi dalam mimpi." "Berkelahi dengan perigi akhirnya mati dahaga." "Berkepanjangan bagai agam." "Berkerat rotan berpatah arang." "Berkering air ludah." "Berlayar bernakhoda, berjalan bernan-tua." "Bermain air basah, bermain api terbakar." "Berniaga di ujung lidah." "Bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian." "Bersama bukan berarti bersatu." "Bersatu bukan berarti melebur." "Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh." "Bersesapan belukar." "Bersua beliung dengan sangkal." "Bersuluh menjemput api." "Bertampuk boleh dijinjing, bertali boleh dieret." "Bertanam tebu di bibir." "Bertangkai boleh dijinjing." "Berteduh di bawah petung." "Bertemu beliung dengan ruyung." "Bertukar beruk dengan cigak." "Besar berudu di kubangan, besar buaya di lautan." "Besar hendak melandak, panjang hendak melindih." "Besar kapal besar pula gelombangnya." "Besar kayu, besar bahannya." "Besar lungkus tak berisi." "Besar pasak daripada tiang." "Besi baik tiada berkarat." "Betung bulat tak bersegi, pipit jantan tak bersarang." "Betung ditanam, aur tumbuh." "Biar alah sabung asalkan menang sosok." "Biar badan penat asal hati suka." "Biar buruk kain dipakai, asal pandai mengambil hati." "Biar dahi berlumpur asal tanduk mengena." "Biar kalah sabung asalkan menang sorak." "Biar lambat asal selamat." "Biar jatuh terletak, jangan jatuh terempas." "Biarlah buruk, hatinya kasih." "Biarlah kepala berlumpur asal tanduk makan." "Biarpun kucing naik haji, pulang-pulang mengeong juga." "Bibir saya bukan diretak panas." "Biduk kalau tidak berkemudi, bagaimana ia akan laju." "Biduk lalu kiambang bertaut." "Biduk upih, pengayuh bilah." "Binatang tahan palu, manusia tahan kias." "Bintang di langit boleh dibilang, tetapi arang di muka tak sadar." "Bodoh-bodoh sepat, tak makan pancing emas." "Bondong air, bondong ikan." "Buah jatuh tak jauh dari pohonnya." "Buah masak tergantung tinggi, hendak diambil galah tak sampai." "Buah yang manis berulat di dalamnya." "Bujur lalu lintah patah." "Bukan air muara yang ditimba, sudah disauk dari hulunya." "Bukan biji tak mau tumbuh, tapi bumi tak mau terima." "Bulan naik matahari naik." "Bulan terang dihutan." "Bumi berputar, zaman beredar." "Bumi mana yang tiada kena hujan." "Bunga yang harum itu ada durinya." "Bungkal gelap menahan coba." "Bungkuk kail hendak mengena." "Bungkuk sejengkal tidak terkedang." "Buruk baik tiada bercerai." "Buruk-buruk bak embacang." "Buruk dibuang dengan rundingan, baik ditarik dengan mufakat." "Buruk muka cermin dibelah." "Buruk perahu, buruk pangkalan." "Buruk tak tahu akan hinanya." "Burung terbang dipipiskan lada." "Busuk berbau, jatuh berdebuk." "Busuk-busuk embacang." Peribahasa Indonesia A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z C[sunting] "Cabik-cabik bulu ayam." "Cacak bagai lembing tergadai." "Cacat-cacat cempedak, cacat-cacat nak hendak." "Cacing menjadi ular naga." "Cadik terkedik, bingung terjual." "Cakap berlauk-lauk, makan pakai sambal." "Cakap berlauk-lauk, telinga tidak bertindik." "Calak-calak ganti asah, menunggu tukang belum datang." "Cembul dapat ditutupinya." "Cencang dua segeragai." "Cencang jadi ukir." "Cencang putus, tusuk tembuk." "Cencarau makan pedang." "Cerdik perempuan melebuhkan, saudagar muda mengutangkan." "Cerdik tak membuang kawan, gemuk tak membuang lemak." "Cerdik terkedik, bingung terjual." "Cium tapak tangan, berbau atau tidak." "Coba-coba bertanam mumbang, siapa tahu jadi kelapa." "Condong menanti rebah." "Condong yang akan menimpa." "Condong yang akan menongkat, rebah yang akan menegakkan." "Cupak sepanjang betung, adat sepanjang jalan." Peribahasa Indonesia A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z D[sunting] "Daging menimbun, awak kurus." "Dagu bagai lebah bergantung." "Dahan pembaji batang." "Dahulu bajak daripada jawi." "Dahulu bajak daripada sapi." "Dahulu buah daripada bunga." "Dahulu duduk daripada cangkung." "Dahulu elang pulau, kini telah menjadi burung punguk." "Dahulu intan sekarang jadi batu Belanda." "Dahulu timah sekarang besi." "Dalam gedung membuat gedung." "Dalam lautan bisa diduga, dalam hati siapa tahu." "Dalam madu berisi empedu." "Dangkal telah keseberangan, dalam telah keajukan." "Dapat durian runtuh." "Dapur tidak berasap." "Darah baru setampuk pinang." "Daripada hidup berputih mata, lebih baik mati berputih tulang." "Daripada hujan emas di negeri orang, lebih baik hujan batu di negeri sendiri." "Datang tampak muka, pulang tampak punggung." "Datang tidak berjemput, pulang tidak berantar." "Datar bagai lantai papan, licin bagai dinding cermin." "Daunnya jatuh melayang, buahnya jatuh ke pangkal." "Daun keladi dimandikan." "Daun nipah dikatakan daun labu." "Dedab di bawah cengkering." "Dekat berjalan banyak dilihat." "Dekat mencari induk, jauh mencari suku." "Dekat tak tercapai, jauh tak berantara." "Delapan tapak bayang-bayang." "Demam-demam puyuh." "Dengan gampangnya mementahkan kata." "Deras bagai anak panah." "Deras datang, deras kena." "Diam di bandar tak meniru, diam di laut asin tidak." "Diam-diam penggali berkarat, diam-diam ubi berisi." "Diam emas, bicara perak." "Dianjak layu, dibubut mati." "Di alas bagai memengat." "Di atas angin." "Di atas langit masih ada langit." "Di bawah kasur ada duit." "Di laut angkatan, di darat kerapatan." "Di laut jadi buaya, di darat jadi harimau rimba." "Di luar berkilat, di dalam berengga." "Di mana buah masak, di situ buah tampil." "Diberi kuku hendak mencengkam." "Diberi sehasta hendak sedepa." "Dibilang genap, dipagar ganjil." "Dibuat karena alah, menjadi murka karena alah." "Diganjur surut bagai bertanam." "Digantung tak bertali." "Digenggam takut mati, dilepaskan takut terbang." "Digila beruk berayun." "Diindang ditampi teras, dipilih antah satu-satu." "Diindang tidak berantah." "Di mana ada kemauan, di sana ada jalan." "Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung." "Di mana tak ada lang, akulah lang, kata belalang." "Di mana tembilang terentak, di situ cendawan tumbuh." "Dikasih hati minta jantung." "Dikati sama berat, diuji sama merah." "Dimandikan dengan air segeluk." "Dinding sampai ke langit, empang sampai ke seberang." "Dinding teretas, tangga terpasang." "Di rumah beraja-raja, di hutan berberuk-beruk." "Disisih sebagai antah." "Dua kali pisang berbuah." "Duduk berkisar, tegak berpaling." "Duduk meraut ranjau, tegak meninjau jarah." "Duduk sama rendah, tegak sama tinggi." "Duduk seperti kucing, melompat seperti harimau." "Dunia tak selebar daun kelor." "Dusta yang diucapkan seribu kali adalah kebenaran." Peribahasa Indonesia A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z E[sunting] "Elok berarak di hari panas." "Embacang buruk kulit." "Emping terserak, hari hujan." "Enak lauk dikunyah-kunyah, enak kata diperkatakan." "Enau mencari memanjat sigai." "Enau sebatang dua sigainya." "Enggang lalu, atal jatuh, anak raja mati ditimpanya." "Enggang sama enggang, pipit sama pipit." "Esa hilang, dua terbilang." Peribahasa Indonesia A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z F[sunting] "Fajar menyingsing, elang menyongsong" Peribahasa Indonesia A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z G[sunting] "Gabak di hulu tanda akan hujan." "Gajah bertarung sama gajah, pelanduk mati di tengah-tengah." "Gajah derum tengah rumah." "Gajah di pelupuk mata tidak tampak, kuman di seberang lautan tampak" "Gajah dialahkan oleh pelanduk." "Gajah ditelan ular lidi." "Gajah mati karena gadingnya." "Gajah mati tinggalkan gading, harimau mati tinggalkan belang." "Gajah mati tulang setimbun." "Gali lubang, tutup lubang." "Gayung bersambut, kata berjawab." "Geleng bukan, angguk ia." "Geleng serupa cupak hanyut." "Genting menanti putus, biang menanti tembuk." "Gerhana pasti berlalu." "Getah terbangkit kuaran tiba." "Getikkan puru dibibir." "Gila di abun." "Guru kencing berdiri, murid kencing berlari." Peribahasa Indonesia A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z H[sunting] "Habis adat dengan kerelaan, hilang adat tegal mufakat." "Habis beralur, maka beralu-alu." "Habis manis sepah dibuang." "Hafal kaji karena diulang, pasar jalan karena ditempuh." "Hampa berat menjadi sekam." "Hancur badan dikandung tanah, budi baik terkenang jua." "Harap akan anak buta mata sebelah, harap akan teman buta mata keduanya." "Harap pada yang ada, cemas pada yang tidak ada." "Harapkan burung terbang tinggi, punai di tangan dilepaskan." "Harapkan guntur di langit, air di tempayan dicurahkan." "Harimau mengaum takkan menangkap." "Hari pagi dikejar-kejar, hari petang dibuang-buang." "Harum menghilangkan bau." "Harum seperti malaikat lalu." "Hasrat hati memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai." "Hati bagai baling-baling." "Hati gajah sama dilapah, hati tungau sama dicecah." "Hati gatal, mata digaruk." "Hemat pangkal kaya." "Hendak air pancuran terbit." "Hendak menangguk ikan, tertangguk pada batang." "Hendak ulam, pucuk menjulai." "Hidung dicium pipi digigit." "Hidup dikandung adat, mati dikandung tanah." "Hidup enggan mati tak mau." "Hidup seperti anjing dengan kucing." "Hidup seperti umang-umang." "Hidup tolong-menolong, sandar-menyandar." "Hilang adat, tegal bermufakat." "Hilang di mata di hati jangan." "Hilang geli oleh gelitik, hilang bisa oleh biasa." "Hitam di atas putih." "Hujan berpohon, panas berasal." "Hujan tak sekali jatuh, simpai tak sekali erat." "Hujan turun, kambing lari." "Hulu malang pangkal celaka." Peribahasa Indonesia A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z I[sunting] "Ijuk selembang, tali di situ, keluan di situ." "Ijuk tidak bersagar, lurah tidak berbatu." "Ikan bergantung, kucing tunggu." "Ikan biar dapat, serampang jangan pukah." "Ikan terkilat jala tiba." "Ikut hati mati, ikut rasa binasa." "Ilmu pengetahuan adalah kekuatan." "Ilmu padi, makin berisi, makin merunduk." "Inai tertepung, kuku tanggal." "Ingin hati memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai." "Isi lemak dapat ke orang, tulang bulu pulang ke kita." "Itik diajar berenang." Peribahasa Indonesia A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z J[sunting] "Jadi abu arang." "Jadilah orang pandai bagai padi yang merunduk." "Jagung tua tak hendak masak." "Jalan diasak orang menggalas." "Jalan mati lagi dicoba, ini pula jalan binasa." "Jalan raya titian batu." "Jangan didengarkan siul ular." "Jangat liat kurang panggang." "Janji sampai, sukatan penuh." "Jatuh ke tilam empuk." "Jauh berjalan banyak dilihat, lama hidup banyak dirasai." "Jauh di mata, dekat di hati." "Jauh di mata, jauh di hati." "Jauh panggang dari api." "Jauh bau bunga, dekat bau bangkai." "Jawi hitam banyak tingkah." "Jelatang di hulu air." "Jemuran terkekar, ayam tiba." "Jerat halus kelindan sutera." "Jerat serupa jerami." "Jerih menentang laba." "Jika air orang disauk, ranting orang dipatah, adat orang diturut." "Jika keruh dihulu, tak dapat tidak dihilir keruh juga." "Jika tak ada rotan, akar pun berguna." "Jika takut dilanggar batang, jangan duduk di kepala pulau." "Jika takut dilimbur pasang, jangan berumah di tepi pantai." "Jika tangan kanan memberi, sebaiknya tangan kiri tidak mengetahui." "Jinak-jinak merpati, sudah dekat terbanglah dia." "Jual emas beli intan." "Jung pecah hiu kenyang." "Jung satu nakhoda dua." Peribahasa Indonesia A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z K[sunting] "Kacang lupa kulitnya." "Kail sebentuk, umpan seekor, sekali putus sehari hanyut." "Kail sejengkal janganlah menduga dalam lautan." "Kain basah kering di pinggang." "Kain dalam acar dikutip cuci ia hendak ke longkang lagi." "Kain ditangkap maka duduk." "Kain lama dicampak buang, kain baru pula dicari." "Kain pendinding miang, uang pendinding malu." "Kaki naik kepala turun." "Kaki tertarung inai padahannya, mulut terdorong emas padahannya." "Kalah jadi abu, menang jadi arang." "Kalah membeli, menang memakai." "Kalau di hutan tak ada singa, beruk rabun bisa menjadi raja." "Kalau kail panjang sejengkal, jangan laut hendak diduga." "Kalau kaki sudah terlangkahkan, pantang dihela surut." "Kalau kena tampar, biar dengan tangan yang bercincin." "Kalau kena tendang, biar dengan kaki yang berkasut." "Kalau mandi biarlah basah." "Kalau padi yang ditanam, rumput ikut tumbuh; Kalau rumput yang ditanam, padi tak akan ikut tumbuh." "Kalau pandai mencencang akar, mati lalu ke puncaknya." "Kalau sorak dahulu daripada tohok, tidak mati babi." "Kalau tak ada angin bertiup, takkan pokok bergoyang." "Kalau tak ingin terlimbur pasang, jangan berumah di tepi laut." "Kalau tidak berada-ada takkan tempua bersarang rendah." "Kapal besar ditunda jongkong." "Kapal satu nakhoda dua." "Karam berdua, basah seorang." "Karam di laut boleh ditimba, karam di hati bilakah sudah." "Karam sambal oleh belacan." "Karena mata buta, karena hati mati." "Karena mulut badan binasa." "Karena nila setitik, rusak susu sebelanga." "Karung tak berisi tak dapat ditegakkan." "Kasih anak dipertangis, kasih di bini ditinggal-tinggalkan." "Kasih anak sepanjang galah, kasih ibu sepanjang jalan." "Kata banyak, kata bergalau." "Kata dahulu bertepati, kata kemudian kata bercari." "Kata raja melimpahkan, kata penghulu menyelesaikan." "Kayu besar di tengah padang." "Ke bawah tidak berurat, ke atas tidak berpucuk, di tengah-tengah ditebuk kumbang." "Ke gunung sama mendaki, ke lurah sama menurun." "Ke gunung tak dapat angin." "Kebaikan akan mendapat balasan kebaikan, kejahatan akan mendapat balasan setimpal pula." "Kebesaran air." "Kecil bernama, besar bergelar." "Kecil dikandung ibu, besar dikandung adat, mati dikandung tanah." "Kecil-kecil anak, sudah besar menjadi onak." "Kecil-kecil cabai rawit." "Kecil-kecil lada padi." "Kecil tapak tangan, nyiru saya tadahkan." "Kecil teranja-anja besar terbawa-bawa, tua berubah tidak." "Kecubung berulam ganja." "Kecundang lebih bagai kebaji." "Ke hulu menongkah surut, ke hilir menongkah pasang." "Kejujuran adalah abadi, kebohongan akan berubah selamanya." "Kejujuran bertahan sangat lama." "Kelekatu hendak terbang ke langit." "Keluar mulut harimau, masuk mulut buaya." "Kena tendang biarlah dengan kaki berkasut, kena tampar biarlah dengan jari yang bercincin." "Ke mana angin deras, ke situ condongnya." "Kemarau setahun dihapuskan hujan sehari." "Kepala boleh panas, tetapi hati harus tetap dingin." "Kepala sama hitam, isi hati siapa tahu." "Ketika ada sama dimakan, waktu tak ada sama ditahan." "Ketika ada jangan dimakan, telah habis maka dimakan." "Ketika gagak putih, bangau hitam." "Kilat cermin sudah ke muka, kilat beliung sudah ke kaki." "Kuah tercucur ke nasi, nasi akan dimakan juga." "Kuat ikan karena insang, kuat burung karena sayap." "Kunyah dahulu maka telan." "Kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu." Peribahasa Indonesia A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z L[sunting] "Lain dimulut lain di hati." "Lain biduk kalang diletak." "Lain biduk, lain digalang." "Lain gatal, lain yang digaruk." "Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya." "Laki pulang kelaparan, dagang lalu ditanakkan." "Laksana kera dapat bunga." "Laksana apung-apung di tengah laut, dipukul ombak hanyut ke tepi." "Laksana garam dengan asam." "Lalu jarum, lalu kelindan." "Lancar kaji karena diulang, lancar jalan karena ditempuh." "Lebih baik mati berkalang tanah, dari pada hidup bercermin bangkai." "Lebih baik satu burung di tangan dari pada sepuluh burung di pohon." "Lembah juga yang dituruti air." "Lembu dongkol hendak menyondol." "Lempar batu sembunyi tangan." "Lepas dari mulut harimau, masuk kedalam mulut buaya." "Lewat dari manis, masam; lewat dari harum, busuk." "Lidah bercabang bagai biawak." "Lidah lebih tajam daripada pedang." "Lidah tak bertulang." "Lonjak seperti labu dibenam." "Lubuk akal tepian ilmu." "Lubuk alam tepian bumi." "Luka boleh sembuh, parutnya tinggal juga." "Luka di kaki, sakit seluruh badan." "Luka di tangan karena pisau, luka di hati karena kata." "Lunak gigi daripada lidah." Peribahasa Indonesia A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z M[sunting] "Main api hangus, main air basah." "Maju kena, mundur kena." "Majelis-majelis udang, tahi di kepala." "Makan bubur panas-panas." "Makan hati berulam jantung." "Makan upas berulam racun." "Makanan enggang takkan menjadi makanan pipit." "Makanan sudah tersedia, jamu belum juga datang." "Makin murah, makin ditawar." "Maksud bagai maksud manau." "Maksud hati memeluk gunung apa daya tangan tak sampai." "Malang bagai ayam, padi masak makan kehutan." "Malu berdayung hanyut serantau." "Malu bertanya, sesat di jalan." "Maling teriak maling." "Mana ada maling yang mengaku maling." "Mancit satu, gada seratus." "Mandi dengan air secupak." "Mandi di air kiambang, pelak lepas gatalpun datang." "Mandi sedirus." "Manikam sudah menjadi sekam." "Manis jangan lekas ditelan, pahit jangan lekas dimuntahkan." "Manusia merencanakan, Tuhan menentukan." "Manusia tertarik oleh tanah airnya, anjing tertarik oleh piringnya." "Mara jangan dipukat, rezeki jangan ditolak." "Masak diluar, mentah didalam." "Masak malam, mentah pagi." "Masakan ada ayam memantangkan jemuran." "Masuk kandang kambing mengembik, masuk kandang kerbau menguak." "Masuk tak genap, keluar tak ganjil." "Masuk tiga, keluar empat." "Matahari itu bolehlah ditutup dengan nyiru." "Mati anak berkalang bapak, mati bapak berkalang anak." "Mati dicatuk katak." "Mati enau tinggal di rimba." "Mati harimau karena belangnya, mati kesturi karena baunya." "Mati harimau meninggalkan belang, mati gajah meninggalkan gading." "Mati ikan karena umpan, mati saya karena budi." "Mati rusa karena jejaknya." "Mati rusa karena tanduknya." "Mati satu tumbuh seribu." "Mati seladang." "Mati takkan menyesal, luka takkan menyiuk." "Mati-mati berdawat biarlah hitam, mati-mati mandi biarlah basah." "Mati-mati minyak biarlah licin." "Melepaskan anjing terjepit." "Meletakkan api dibubungan." "Melihat pungguk di dahan, punai di tangan dilepaskan." "Memagar kelapa condong." "Memahat di dalam garis." "Memakan habis-habis, menyuruk hilang-hilang." "Memancing di air keruh." "Memandang sebelah mata." "Memang lidah tidak bertulang." "Memasukkan minyak ke api." "Membasuh muka dengan air liur." "Membawa garam ke laut." "Membeli kerbau bertuntun." "Membubuhkan arang dimuka orang." "Memikul diatas bahu." "Mempertajam sanding." "Menabur bijan ke tasik." "Menangguk di air keruh." "Menang jadi arang, kalah jadi abu." "Menahan jerat ditempat genting." "Menaikkan air ke gurun." "Menanak semua beras." "Menari di ladang orang." "Mencabik baju didada." "Mencabut harus dengan akar-akarnya." "Mencari jejak diair." "Mencari lantai terjungkat." "Mencari umbut di batu." "Mencari jarum di tumpukan jerami." "Mencari yang sehasta sejengkal." "Mencencang berlandasan, melompat bersitumpu." "Mencencang memampas, membunuh membangun." "Mencoreng arang di muka sendiri." "Mencubit paha sendiri barulah paha orang lain." "Mendapat pisang terkubak." "Menanti kucing bertanduk." "Menebas buluh serumpun." "Menepak nyamuk menjadi daki." "Menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri." "Menerka ayam dalam telur." "Mengabui mata orang." "Mengadu nasib." "Mengadu tuntung jarum." "Mengadu petah lidah." "Mengadu ujung jarum." "Mengadu ujung penjahit." "Mengambil puntung pemukul kepala." "Menggantang anak ayam." "Menggantang asap." "Menggenggam erat, membuhul mati." "Menggenggam tak tiris." "Menggunting dalam lipatan." "Mengharap burung terbang tinggi, punai di tangan dilepaskan." "Mengharapkan hujan turun, air di tempayan ditumpahkan." "Menghendaki kuda bertanduk." "Menjemur sementara hari panas." "Menjentik puru di bibir." "Menjilat ludah di lantai." "Menjilat air liur sendiri." "Menjerit bagai kucing biang." "Menjual petai hampa." "Menjunjung uban." "Melanting menuju tampuk." "Menuhuk kawan seiring menggunting dalam lipatan." "Menunggu ara hanyut." "Menunjukkan ilmu kepada orang menetek." "Menyelam sambil minum air." "Menyelam tertumus seperti babi." "Merajuk air diruang, hendak karam ditimba juga." "Merak mengigal di hutan." "Merdeka atau mati." "Mujur tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak." "Mulut bau madu, pantat bau sengat." "Mulut bicara, badan binasa." "Mulut kapuk dapat ditutup." "Mulut manis kucandan murah." "Mulut manis mematahkan tulang." "Mulut terdorong, emas tantangannya." "Mulutmu harimaumu." "Mumbang ditebuk tupai." "Mundur satu langkah, maju dua langkah." "Murah di mulut mahal di timbangan." "Musang berbulu ayam." "Musang terjun, lantai terjungkat." "Musuh dalam selimut." "Musuh jangan diadang, selisih jangan dicari." Peribahasa Indonesia A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z N[sunting] "Nafas tak sampai ke hidung." "Nan lurah juga diturut air." "Nasi sama ditanak, kerak dimakan seorang." "Nasi sudah menjadi bubur." "Nasi tak dingin, pinggan tak retak." "Nasib sabut terapung, nasib batu tenggelam." "Neraca palingan bungkal, hati palingan Tuhan." "Neraca yang palingan, bungkal yang piawai." "Niat hati nak getah bayan, sudah tergetah burung serindit." "Nibung bangsai bertaruk muda." "Nila setitik rusak susu sebelanga." "Nyamuk mati gatal tak lepas." Peribahasa Indonesia A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z O[sunting] "Obat jauh penyakit hampir." "Oleng seperti cupak hanyut." "Ombak yang bersabung, baru dikenal siapa kawan siapa lawan." "Ombak yang kecil jangan diabaikan." "Ombaknya kedengaran tapi pasirnya belum kelihatan." "Orang berdendang dipentasnya, orang beraja dihatinya." "Orang bersiselam, awak bertimba." "Orang haus diberi air, orang mengantuk disorongkan bantal." "Orang karam dilaut, awak karam didarat." "Orang kaya suka dimakan, orang elok selendang dunia." "Orang muda menanggung rindu, orang tua menanggung ragam." "Orang penggamang mati jatuh, orang pencemas mati hanyut." "Orang terpegang pada hulunya, kita terpegang pada matanya." "Orang yang runcing tanduk." Peribahasa Indonesia A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z P[sunting] "Padi makin berisi semakin menunduk "Padi ditanam tumbuh lalang." "Padi masak, jagung mengupih." "Pahit jangan lekas dimuntahkan manis jangan lekas ditelan." "Panci mengatakan belanga hitam." "Panas mentari di kepala orang banyak, panas hati dirasa sendiri." "Panas mentari setahun, dihapuskan hujan sehari." "Pandai berminyak air." "Pandai-pandai meniti buih, selamat badan di seberang." "Panjang jalan karena di turut, besar jalan karena dilalui." "Parang gabus menjadi parang besi." "Patah lidah alamat kalah." "Patah tumbuh hilang berganti." "Patah tongkat, berjermang." "Payah dilamun ombak, tercapai juga tanah tepi." "Panas setahun dihabiskan hujan sehari." "Pecah menanti sebab, retak menanti belah." "Pecak boleh dilayangkan, bulat boleh digulingkan." "Pegang kepala, ekor tak berdaya." "Pejatian awak, pantangan orang." "Pekak-pekak badak." "Pelabur habis Palembang tak jauh." "Pelanduk ditengah cerang." "Pelanduk lupakan jerat, jerat tak melupakan pelanduk." "Pembuat periuk bertanak ditembikar." "Pena lebih tajam daripada pedang." "Pencegahan lebih baik daripada pengobatan." "Pepat di luar, rancung di dalam." "Perang habis pencak teringat." "Pesan berturuti, petaruh bertunggu." "Pisau senjata tidak bisa, mulut manusia bisa." "Pikir dahulu pendapatan, sesal kemudian tidak berguna." "Pikir itu pelita hati." "Pilin jering hendak berisi." "Pindah ke negeri cacing." "Pinjaman kayu ara." "Pipit berperang lawan garuda." "Pipit jantan tidak bersarang." "Pipit sama pipit, enggang sama enggang." "Pipit tuli makan dihujan, hendak dihalau kain basah, tidak dihalau padi habis." "Potong hidung rusak muka." "Potong kambing, nangka makan." "Pucuk bulat dalam negeri." "Pucuk dicinta ulam tiba." "Pucuk diremas dengan santan, urat direndam dengan tengguli, namun peria pahit juga." "Pucuk layu disiram hujan." "Pukat sudah terijuk." "Pukul anak sindir menantu." "Punggung parang pun jika diasah menjadi tajam." "Putih tapak lari." "Putus tali tempat bergantung, terban tanah tempat berpijak." Peribahasa Indonesia A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z Q[sunting] "Qur'an adalah dasar hidup orang Minang" Peribahasa Indonesia A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z R[sunting] "Rawe-rawe rantas malang-malang putung." "Racun diminum haram tak mabuk." "Raja adil raja disembah, raja lalim raja disanggah." "Rajin pangkal pandai." "Rasa air ke air, rasa minyak ke minyak." "Rebung tiada jauh dari rumpunnya." "Rekah tidak, rekat pukah." "Rendah gunung, tinggi harapan." "Rezeki musang tak akan didapat elang." "Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul." "Rumah besar perabung perak." "Rumah besar perabung upih." "Rumah sudah, tukul pahat berbunyi." "Rumput tetangga lebih hijau daripada rumput sendiri." "Rupa boleh diubah, tabiat dibawa mati." "Rupa harimau, hati tikus." "Rupa seperti pulut, bila dimasak berderai." "Rusak anak oleh menantu." "Rusak badan karena penyakit, rusak bangsa karena laku." Peribahasa Indonesia A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z Kami menyabet dua penghargaan seni sekali tepuk dua nyamuk tumbang S[sunting] "Sabung selepas hari petang." "Sakit menimpa, sesal terlambat." "Salah bunuh memberi bangun, salah cencang memberi pampas." "Salah langkah surut kembali." "Salah makan memuntahkan, salah tarik mengembalikan." "Sambil berdendang biduk hilir." "Sambil berdiang nasi masak." "Sambil berlayar sambil menampan." "Sambil menyelam minum air." "Sambil menyuruk, galas lalu." "Sampan ada pengayuh tidak." "Sarak serasa hilang, bercerai serasa mati." "Satu sahabat sejati lebih berharga daripada seribu teman yang mementingkan diri sendiri" "Satu tangan menunjuk ke orang lain, tiga tangan menunjuk ke diri sendiri." "Satu orang makan nangka, semua kena getahnya." "Sawah berpematang, ladang berbintalak." "Sayang akan garam sececah, kerbau seekor dibusukkan." "Sayangkan anak tangan-tangani, sayangkan istri tinggal-tinggalkan." "Sayangkan kain, buangkan baju." "Sayang-sayang buah kepayang, dimakan mabuk dibuang sayang." "Seayun bagai berbuai." "Sebab buah dikenal pohonnya." "Sebagai abu di atas tanggul." "Sebagai anjing terpanggang ekor." "Sebagai gagak pulang ke benua." "Sebagai melihat asam." "Sebelum ajal berpantang mati." "Sebesar-besar bumi ditampar tak kena." "Sebingkah tanah terbalik, sebatang pohon rebah." "Seciap bagai ayam, sedencing bagai besi." "Sedepa jalan kemuka, setelempap jalan kebelakang." "Sedia payung sebelum hujan." "Sedikit bubur banyak sendoknya." "Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit." "Sedikit hujan banyak yang basah." "Seekor kerbau berkubang, semua kena lulutnya." "Segan bergalah, hanyut serantau." "Seguru, seilmu, jangan mengganggu." "Sehampir-hampir tepi kain, hampir juga tepi bebat." "Sehari selembar benang, lama-lama jadi sehelai kain." "Seidas bagai benang, sebentuk bagai cincin." "Seiring bertukar jalan." "Sejelek-jelek pemimpin pasti punya anak buah, sebaik-baik pemimpin pasti punya musuh." "Sejengkal jadi sehasta." "Sekali air besar, sekali tepian berubah." "Sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang tak percaya." "Sekali layar terkembang, pantang surut ke belakang." "Sekali melempar batu, dua burung yang kena." "Sekali membuka pura, dua tiga utang terbayar." "Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui." "Sekali tepuk dua lalat." "Sekerat ular, sekerat belut." "Selama air hilir, selama gagak hitam." "Semut-semut selalu bekerja sama dalam segala kegiatan." "Sendok berdegar-degar, nasi habis budi dapat." "Sendok besar tak mengenyang." "Sendok dan periuk lagi berantuk." "Senjata makan tuan." "Seorang makan cempedak, semua kena getahnya." "Sepandai-pandai membungkus yang busuk berbau juga." "Sepandai-pandai tupai meloncat, jatuh juga." "Sepanjang-panjang tali tidak sepanjang mulut orang." "Sepasin dapat bersiang." "Seperti abu di atas tunggul." "Seperti air dengan kolam." "Seperti air di daun talas." "Seperti air pembasuh tangan." "Seperti anai-anai bubus." "Seperti anak ayam kehilangan induk." "Seperti anak sepat ketohoran." "Seperti anak yang baru dibedung." "Seperti anjing bercawat ekor." "Seperti anjing berebut tulang." "Seperti anjing berjumpa pasir." "Seperti anjing beroleh bangkai." "Seperti anjing dengan kucing." "Seperti anjing digosok kepala, menjungkit ekor." "Seperti anjing kedahuluan." "Seperti anjing mengunyah tulang." "Seperti anjing terpanggang ekor." "Seperti antah ditepi gantang, masuk tak genap keluar tak ganjil." "Seperti api dalam sekam." "Seperti api makan ladang kering." "Seperti aur ditarik sungsang." "Seperti ayam beranak itik." "Seperti ayam beroleh ubi." "Seperti ayam dimakan tungau." "Seperti ayam gadis bertelur." "Seperti ayam mengarang telur." "Seperti ayam pulang ke pautan." "Seperti ayam termakan rambut." "Seperti ayam, kais pagi makan pagi, kais petang makan petang." "Seperti bangau di ekor kerbau." "Seperti Belanda minta tanah." "Seperti belut jatuh ke lumpur." "Seperti tulis di atas air." "Seperti berdiang di abu dingin." "Seperti berjejak diatas bara." "Seperti berlindung di balik sehelai daun." "Seperti biduk dikayuh hilir." "Seperti birah tidak berurat." "Seperti birah tumbuh di tepi lesung." "Seperti bisai makan sepinggan." "Seperti buah masak seulas." "Seperti bujang jolong bekerja, gadis jolong bersubang." "Seperti bujang jolong berkeris." "Seperti buku gaharu." "Seperti bulan dipagar bintang." "Seperti bunga kembang setaman." "Seperti cacing kepanasan." "Seperti cendawan dimusim hujan." "Seperti Cina karam." "Seperti Cina kebakaran jenggot." "Seperti diiris-iris dengan sembilu." "Seperti disalak anjing bertuah." "Seperti ditempuh gajah lalu." "Seperti elang menyongsong angin." "Seperti emas yang baru diupam." "Seperti embun di atas daun." "Seperti embun di ujung rumput." "Seperti gergaji bermata dua." "Seperti gunting makan diujung." "Seperti harimau menyembunyikan kuku." "Seperti hujan balik kelangit." "Seperti ikan dalam air." "Seperti ikan dalam belanga." "Seperti itik mendengarkan guntur." "Seperti itik pulang petang." "Seperti jamur dimusim hujan." "Seperti janggut pulang ke dagu." "Seperti jentayu rindukan hujan." "Seperti katak dalam tempurung." "Seperti katak hendak jadi lembu." "Seperti kelapa sompong." "Seperti kerbau dicucuk hidung." "Seperti kucing lepas senja." "Seperti lalat mencari puru." "Seperti lipas kudung." "Seperti membakar lalang." "Seperti menampalkan kersik ke buluh." "Seperti menatang minyak penuh." "Seperti mendapat durian runtuh." "Seperti menggantang asap." "Seperti menggenggam bara, terasa hangat dilepaskan." "Seperti menghasta kain sarung." "Seperti menghela rambut ditepung, rambut tak putus, tepung tidak terserak." "Seperti meniup api diatas air." "Seperti negeri dialahkan garuda." "Seperti nyawa ayam." "Seperti orang buta baru melek." "Seperti orang buta kehilangan tongkat." "Seperti orang darat jolong menurun." "Seperti padi hampa, kepalanya mencongak." "Seperti pinang dibelah dua." "Seperti pinang pulang ke tampuknya." "Seperti pipit menelan jagung." "Seperti rusa masuk kampung." "Seperti sayur dengan rumput." "Seperti sayur tidak berbumbu." "Seperti seludang menolak mayang." "Seperti sirih pulang ke gagangnya." "Seperti talam dua muka." "Seperti telur di ujung tanduk." "Seperti tidak berjejak di bumi." "Seperti tikus jatuh ke beras." "Seperti udang dipanggang." "Seperti ular dicubit ekor." "Seperti ular kena palu." "Seperti unta menyerahkan diri." "Sepintar-pintarnya bangkai ditutupi, baunya tetap tercium juga." "Sepuluh batang bertindih yang di bawah juga yang kena." "Sepuluh jung masuk pelabuhan, anjing bercawat ekor jua." "Serigala berbulu domba." "Seringgit dua kupang." "Sesak alam tempat diam, tak berbumi tempat tegak." "Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna." "Sesat di ujung jalan surut ke pangkal jalan." "Sesat surit terlangkah kembali." "Sesayat sebelanga juga." "Sesungguhpun kawat yang dibentuk, ikan yang dilaut yang diadang." "Setajam-tajam pisau, masih lebih tajam lidah." "Setali tiga uang." "Setinggi-tinggi bola melambung, jatuhnya ke tanah jua." "Setinggi-tingginya bangau terbang, akhirnya ke pelimbahan juga." "Siang bermatahari, malam berbulan." "Siang berpanas, malam berembun." "Siapa berkotek, siapa bertelur." "Siapa cepat boleh dapat, siapa kemudian putih mata." "Siapa melompat, siapa patah." "Siapa yang kena cubit, itulah yang merasa sakit." "Siapa yang mau mengaku berak di tengah jalan." "Siapa yang menabur angin, akan menuai badai." "Siapa yang menggali lubang, akan terperosok lubang sendiri." "Sia-sia menggiring angin, terasa ada tertangkap tidak." "Sia-sia utang tumbuh." "Sidingin tampal di kepala." "Sigai sampai ke langit." "Silap mata, pecah kepala." "Sirih pulang ke gagang, pinang pulang ke tampuk." "Sudah beruban baru bergaum." "Sudah besar maka hendak melanda." "Sudah biasa makan emping." "Sudah busuk maka dipeda." "Sudah buta baru celik." "Sudah gaharu cendana pula, sudah tahu bertanya pula." "Sudah jadi abu arang." "Sudah jatuh, tertimpa tangga pula." "Sudah ketengah makan api." "Sudah makan baru bismillah." "Sudah masuk kedalam mulut harimau." "Sudah memakai adat." "Sudah seayun bagai berbuai." "Sudah tahu peria pahit." "Sudah terantuk baru tengadah." "Surga berada di telapak kaki ibu." "Susu di dada tak dapat dielakkan." Peribahasa Indonesia A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z T[sunting] "Tak ada bunga mawar yang tiada berduri." "Tabuhan meminang anak laba-laba." "Tahan jerat sorong kepala." "Tahu asam garamnya." "Tahu di angin turun naik." "Tahu di angin berkisar." "Tahu makan, tahu simpan." "Tajam pisau karena diasah." "Tak ada api, masakan ada asap." "Tak ada gading yang tak retak." "Tak ada guruh bagi orang pekak, tak ada kilat bagi orang buta." "Tak ada rotan, akar pun jadi." "Tak ada tolak angsurnya." "Tak ada umpat yang membunuh, tak ada puji yang mengenjang." "Tak air hujan ditampung." "Tak air telang dipancung, tak emas bungkal diasah." "Tak berorang diair." "Tak bisa menari dikatakan lantai yang berjungkit." "Tak dapat tanduk, telinga dipulas." "Tak emas bungkal diasah." "Tak kayu jenjang dikeping." "Tak kenal maka tak sayang." "Tak lalu dandang di air, di gurun ditanjakkan." "Tak lekang karena waktu." "Tak pandai menari dikatakan lantai yang terjungkat." "Tak tentu hilir mudiknya." "Takkan dua kali orang tua kehilangan tongkat." "Takkan harimau makan anaknya." "Takkan lari gunung dikejar." "Takut akan hantu, lari ke pandam." "Takut titik, lalu tumpah." "Takutkan tuma, kain dibadan dibuang." "Tali berlembar empat, bagai tungku sejerangan." "Tali jangan putus kaitan jangan sekah." "Tali yang tiga lembar itu tak suang-suang putus." "Tambah air tambah sagu." "Tampan sudah, langgam terbawa." "Tampuk bertangkai." "Tangan diatas lebih mulia daripada tangan dibawah." "Tangan mencencang bahu memikul." "Tangguk lerek dengan bingkainya." "Tangguk rapat, keruntung bobos." "Telah berasap hidungnya." "Telah berurat berakar." "Telah dapat gading bertuah, tanduk kerbau mati terbuang." "Telah dijual maka dibeli." "Telah jadi air." "Telunjuk lurus kelingking berkait." "Tanaman padi yang belum siap dipanen, mereka menundukkan kepala mereka." "Terajak pada orang yang enggan." "Terajar pada banteng pincang." "Terapung tak hanyut, terendam tak basah." "Teras terunjam, gubal melayang." "Terbang bertumpu, hinggap mencengkam." "Terbulang ayam betina." "Tercabut lidah mati." "Tercacak seperti lembing tergadai." "Tercengang puar bergerak andilau." "Tercekau pada ikan bersengat." "Terentang suatu tabir yang halus." "Tergolek pada tempat yang datar." "Terkatung macam biduk patah kemudi." "Terpegang di abu arang." "Terpegang di abu dingin." "Terpeluk biawak sial." "Terpijak benang arang, hitam telapak." "Tersabung di ayam betina." "Tersendeng-sendeng bagai sepat dibawah mengkuang." "Tertampi beras bubuk." "Tertangkup sama makan tanah, terlentang sama minum air." "Tertumbuk biduk dikelokkan, tertumbuk kata dipikiri." "Tertumpang biduk tiris." "Tiada beban dicari beban, pergi ke pulau batu digalas." "Tiada berorang di air." "Tiada buruk yang tiada elok." "Tiada elok yang tak buruk." "Tiada kuning oleh kunyit, tiada hitam oleh arang." "Tiada membesarkan air." "Tiba di dada dibusungkan, tiba di perut dikempiskan." "Tidak ada Penderitaan, Tidak akan Mendapatkan." "Tidak berhati berjantung." "Tidak biduk karam sebelah." "Tidak dirauk menjeriau." "Tidak dua kali orang tua kehilangan tongkat." "Tidak ingat badan celaka, ingat amat badan binasa." "Tidak tahu antah terkunyah." "Tidak terindang dedak basah." "Tidur bertilam pasir." "Tidur berulam air mata." "Tiga di atas kepala setiap orang ada dewa." "Tinggi kayu ara dilangkahi, rendah bilang-bilang disuruki." "Tolak tangga, berayun kaki." "Tong kosong nyaring bunyinya." "Tongkat membawa rebah." "Tua-tua keladi, makin tua makin menjadi." "Tua-tua kelapa, makin tua makin berminyak." "Tuah anjing, celaka kuda." "Tuah tidak dapat direjan-rejan." "Tuak terbeli, tunjang hilang." "Tumbuk tanak terserah pada badan seorang." "Tumpul ke bawah, lancip ke atas." "Tunggang hilang berani mati." "Tunggang hilang tak hilang, tunggang mati tak mati." "Tunjuk satu jari ke orang lain, tunjuk tiga jari ke diri sendiri." Peribahasa Indonesia A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z U[sunting] "Ubun masih bergerak sudah angkuh." "Udang dalam tangguk." "Udang dibalik batu." "Udang hendak mengatai ikan." "Udang tak tahu dibungkuknya." "Ujung jari sambungan lidah." "Ular berkepala dua." "Ular bukan, ikanpun bukan." "Umpama anjing makan muntahnya." "Umur baru setahun jagung, darah baru setampuk pinang." "Untung ada, tuah tidak." "Untung sabut terapung, untung batu tenggelam." "Untung sepanjang jalan, malang sekejap mata." "Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak." "Upah bidan pun tak terbayar." "Upah terterima, kerbau pincang." "Utang emas dapat dibayar, utang budi dibawa mati." "Utang sebelit pinggang." Peribahasa Indonesia A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z W[sunting] "Walau kecil tampak, kalau besar tak tampak." "Waktu adalah ilmu." "Waktu adalah uang." Peribahasa Indonesia A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z Y[sunting] "Yang berkurap pembawa buluh, yang buta pengembus lesung." "Yang dijolok tidak dapat, penjolok tinggal diatas." "Yang dikandung berceceran, yang dicari tiada dapat." "Yang dipandang rupa, yang dimakan rasa." "Yang hampa biar terbang, yang bernas biar tinggal." "Yang menabur angin, akan menuai badai." "Yang menggali lubang, akan terperosok lubang sendiri." "Yang secupak takkan jadi segantang." "Yang terbujur lalu, yang terlintang patah." "Yang untut lain, yang mengasut lain." Peribahasa Indonesia A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z Lihat pula[sunting] Daftar peribahasa di Wiktionary Daftar peribahasa KBBI di Wiktionary Peribahasa Indonesia/KBBI - peribahasa yang terdaftar di KBBI Daftar peribahasa Melayu A–M Daftar peribahasa Melayu N–Z Peribahasa Indonesia A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z
Permohonanbanding PT. PLD di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta didasarkan atas Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 193/Pdt.G-LH/2020/PN Jkt Utr pada tanggal 27 Oktober 2021 dengan amar putusan menyatakan Menolak gugatan PT PLD dan menghukum membayar ganti kerugiaan materiil lingkungan hidup sebesar Rp. 199,5 Milyar.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Tanggal 18 januari 2015 pada pukul wib kemaren telah dilakukan eksekusi mati pada terpidana kasus narkoba di nusakambangan, cilacap, dan Boyolali. Mereka adalah Tran Thi BichVietnam, NamaonaMalawi, Marco Arche Cardoso MoreiraBrasil, Daniel EnemuoNigeria, Ang Kiem SoeiWNI, Tran Thi Bich HanhVietnam, dan yang terakhir Rani AndrianiWNI. Banyak pihak yang meyayangkan ada nya eksekusi mati ini karena tidak setuju adanya hukuman mati pada para terpidana. Apalagi belakangan pemerintah brasil dan belanda memanggil duta besarnya setelah permohonan grasi dari warga negaranya ditolak oleh presiden joko widodo. Mereka mengatakan “penggunaan hukuman mati, yang dikecam masyarakat internasional, memberi pengaruh buruk untuk hubungan kedua Negara” merupakan pernyataan dari kantor presiden Brasil. Karena hal ini juga semakin banyak orang-orang makin tidak setuju diadakanya eksekusi mati. Kebanyakan orang yang kontra terhadap hukuman mati ini merasa hal ini terlalu keji dan tidak sesuai dengan hak asasi Indonesia juga lima tahun belakangan ini tidak ada mengadakan eksekusi mati. Namun presiden jokowi memilih tetap memegang erat undang-undang yang telah berlaku dan mengatakan tidak ada ampunan bagi para terpidana kasus narkoba. Banyak sekali pihak yang meragukan keefektifan hukuman mati ini. Para pihak yang kontra sering mengungkapkan tidak ada suatu bukti ilmiah yang dapat membuktikan dengan hukuman mati angka kriminalitas bisa berkurang. Dan juga banyak yang memberikan pertanyaan “apakah dengan dilakukannya hukuman mati akan mengembalikan keadaan seperti semula?”. Dan salah satu argument paling kuat untuk kontra pada hukuman mati adalah suatu pelanggaran pada hak asai manusia. Karena teori HAM mengatakan tiada satu orang pun memiliki hak untuk mengakhiri hidup manuia lain meskipun atas nama hukum karena dianggap menentang kehendak Tuhan. Karena hidup dan mati manusia ada di tangan TUHAN yang maha esa, walaupun hakim merupakan benteng terakhir untuk membuat suatu keputusan hukum di dunia. Namun dibalik semua kontra yang diatas saya merupakan salah seorang yang pro diadakan hukuman mati. Bukan karena supaya ada efek jeranamun untuk membuktikan bahwa hukum itu ada , dan sanksinya itu jelas. Mengingat hakikat hukum yang sesungguhnya adalah menegakkan keadilan, maka saya rasa adil jika terpidana kasus-kasus narkoba, terorisme bahkan korupsi diberikan ganjaran hukuman mati. Di dalam konstitusi kita UUD 1945 juga tidak ada pengaturan HAM mutlak yang mengatakan hukuman mati itu dilarang. Malah sudah jelas di dalam KUHP pada pasal 10 telah dikatakan salah satu dari pidana pokok adalah pidana mati. Secara gamblang telah kita ketahui bahwa kepentingan umum mengesampingkan kepentingan pribadi. Seribu nyawa lebih berarti jika dibandingkan dengan satu nyawa. Kita juga melihat dalam hukum adat dan hukum agamahukum pidana islam tidaklah menentang adanya hukuman mati, malah dalam hukum pidana islam mengenal sistem hukuman mati. Hukuman mati juga menjadi salah satu penjamin rasa aman bagi masyarakat banyak. Sesuai dengan pasal yang ada di dalam UUD 1945 pasal 28 huruf G tentang rasa aman dan terlindungi merupakan hak warga Negara. Pelaku tindak pidana berat juga jelas telah menghilangkan banyak nyawa bukan? Dan juga tidak mungkin seorang hakim gampang memberi hukuman mati kepada orang yang memang tidak bersalah. Apalagi sekarang peninjauan kembali PK telah bisa dilakukan berkali-kali. Jadi tidak ada lagi alasan jika hukuman mati itu kemungkinan tidak tepat pihak yang mengatakan jangan beri hukuman mati, beri saja para terpidana hukuman seumur hidup tanpa ada potongan seperti remisi atau grasi. Namun menurut saya ini tidak efektif malah membuat banyak uang Negara yang habis ke masalah itu saja. Dan memberi pelajaran bagi khalayak ramai betapa berharganya nyawa seseorang itu, jika anda menghargai nyawa orang maka anda juga akan dihargai. Dan memberi efek psikologis bagi masyarakat bahwa jika melakukan kejahatan berat hukumannya adalah mempertaruhkan nyawa sendiri. Maka menurut saya hukuman mati masih dibutuhkan untuk Negara Indonesia. Masih sangat efektif hukuman mati dalam memberikan efek psikologis bagi masyarakat, agar berpikir dua kali untuk melakukan kejahatan terutama kejahatan pada nyawa. Walau ada Negara yang menghujat tindakan Indonesia itu tidaklah menjadi sebuah masalah besar, karena setiap Negara harus menghormati hukum dari Negara lain. Lihat Catatan Selengkapnya Sistemkami menemukan 25 jawaban utk pertanyaan TTS hidup diatas mati pun. Kami mengumpulkan soal dan jawaban dari TTS (Teka Teki Silang) populer yang biasa muncul di koran Kompas, Jawa Pos, koran Tempo, dll. Kami memiliki database lebih dari 122 ribu. JawabanTTS. Sistem kami menemukan 25 jawaban utk pertanyaan TTS hidup diatas matipun diatas apakah itu . Kami mengumpulkan soal dan jawaban dari TTS (Teka Teki Silang) populer yang biasa muncul di koran Kompas, Jawa Pos, koran Tempo, dll. Kami memiliki database lebih dari 122 ribu.
Sistem 25 untuk soalan teka silang kata dari hidup di atas mati pun di atas apa dia. Sistem kita mengumpul soalan dan jawapan teka silang kata dan teka teki daripada silang kata yang popular, teka-teki yang terdapat di media massa, game Android dan lain-lain akhbar popular.
x5Ka.
  • 3hk7ofo2cm.pages.dev/63
  • 3hk7ofo2cm.pages.dev/381
  • 3hk7ofo2cm.pages.dev/120
  • 3hk7ofo2cm.pages.dev/318
  • 3hk7ofo2cm.pages.dev/379
  • 3hk7ofo2cm.pages.dev/427
  • 3hk7ofo2cm.pages.dev/444
  • 3hk7ofo2cm.pages.dev/235
  • hidup diatas mati pun di atas